HVSMEDIA.ID - Nama Adrian Mutu pernah dielu-elukan sebagai bintang masa depan Eropa.
Teknik mumpuni, naluri gol Adrian Mutu sangat tajam, tambah lengkap lagi karisma khas pemain top. Tapi semua itu berubah dalam sekejap.
Gara-gara satu keputusan buruk alias mengonsumsi kokain, impian besar itu runtuh. Dan kini, Adrian Mutu buka suara.
“Memakai kokain saat membela Chelsea adalah keputusan terburuk dalam karier saya,” ujar Mutu dalam wawancara eksklusif dengan The Telegraph, sebagaimana dilansir dari Dailymail.
“Saya kesepian dan sedih, tapi itu bukan alasan. Chelsea punya kebijakan nol toleransi terhadap narkoba, dan saya setuju.” kata Adrian Mutu.
Pengakuan blak-blakan ini datang dua dekade setelah drama besar itu terjadi.
Adrian Mutu, yang sempat dianggap sebagai salah satu pemain paling menjanjikan di Eropa, bergabung ke Chelsea dari Parma pada 2003 dengan label bintang muda paling bersinar.
Bahkan, namanya masuk dalam daftar nominasi Ballon d'Or tahun itu—bersanding dengan legenda seperti Ronaldinho dan Inzaghi.
Namun, hanya berselang setahun, kariernya di London Barat hancur lebur. Musim 2004-05 jadi titik balik. Jose Mourinho datang, dan isu soal gaya hidup pesta Mutu mulai merebak.
Desas-desus lalu berubah jadi kenyataan ketika ia dinyatakan positif menggunakan kokain pada September 2004.
Adrian Mutu kemudian dihukum larangan bermain selama tujuh bulan, dan Chelsea memutus kontraknya secara sepihak. Tak hanya itu, klub juga menuntut ganti rugi sebesar £15,2 juta—salah satu tuntutan terbesar dalam sejarah sepak bola Eropa.
“Saya membuat kesalahan besar. Saya menyimpang, dan saya membayar mahal untuk itu. Saya tidak siap dengan kehidupan seperti itu, terlalu muda dan terlalu sendiri,” kenang Mutu.
Mutu sendiri memulai petualangan Eropa-nya bersama Inter Milan pada usia 20 tahun, lalu bersinar di Parma.
Musim 2002-03 jadi pembuktian: 22 gol dari 36 laga membuat banyak klub besar meliriknya. Chelsea—yang baru saja diambil alih Roman Abramovich—tak ragu mengangkutnya ke Premier League.
Di awal, segalanya berjalan sesuai harapan. Tapi hanya sekejap. Setelah awal yang menjanjikan, performa Mutu menurun drastis. Hanya dua gol lagi yang ia cetak dalam 22 laga berikutnya. Situasi makin rumit ketika Mourinho mencium gaya hidup liar Mutu—dan semuanya pecah di pra-musim 2004.
Mutu akhirnya didepak. Tapi, seperti legenda yang enggan menyerah, ia bangkit. Juventus memberinya kesempatan kedua, meski harus menunggu hingga laga terakhir musim 2004-05 untuk kembali merumput.
Kini, dalam refleksi panjang perjalanan hidup dan kariernya, Mutu tak ragu berkata: “Saya pernah berada di antara yang terbaik di dunia, setidaknya selama satu musim. Saya bisa saja menangkan Ballon d'Or… Tapi keputusan buruk menggagalkan semuanya. Meski begitu, saya berusaha tidak terus menyalahkan diri sendiri.”
Satu hal pasti: Adrian Mutu adalah contoh nyata betapa satu keputusan bisa mengubah segalanya—dari bintang terang menjadi cerita "nyaris jadi legenda". (vana)