Kamis, 13 Maret 2025

Bukan Sekadar Tawa, Kecerdasan Emosional Penting dalam Stand Up Comedy!

Selasa, 11 Februari 2025 18:15

Komika Tanah Air, Ernest Prakasa (Foto: Youtube Stand Up Kompas TV)

HVSMEDIA.ID - Stand up comedy telah menjadi salah satu bentuk hiburan yang paling digemari di Indonesia. 

Acara stand up comedy kini dapat dinikmati oleh siapa saja, terutama anak muda yang suka mencari hiburan baru, berkat kemudahan berbagi konten melalui platform online.

Video stand up comedy komedian dapat dengan cepat tersebar dan dilihat oleh banyak orang, sehingga media sosial juga sangat penting.

Dilansir dari Avnmedia.id, popularitas kompetisi stand-up comedy semakin meningkat, terutama di kalangan generasi milenial dan Gen Z, yang menganggapnya sebagai hiburan favorit mereka

Sejak awal 2010-an, stand up comedy mulai mendapatkan tempatnya di Indonesia, berkat dukungan komunitas-komunitas, seperti Stand Up Indo yang menjadi panggung bagi para pelawak muda.

Pionir seperti Pandji Pragiwaksono, Ernest Prakasa, dan Raditya Dika membawa stand up comedy menjadi bagian dari hiburan di Indonesia.

Dengan memanfaatkan kekuatan digital, mereka berhasil memperkenalkan karya orisinal yang langsung mencuri perhatian banyak orang.

Kompetisi seperti Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) di Kompas TV turut berkembang pesat dan memberikan kesempatan emas bagi komedian muda untuk menunjukkan bakat serta memperdalam kualitas materi komedi mereka.

Sebelumnya, Indonesia memang sudah akrab dengan lawak tunggal, tetapi stand-up comedy modern lebih menonjolkan monolog pribadi yang sarat dengan kritik sosial.

Perubahan selera masyarakat yang lebih menginginkan hiburan yang tidak hanya lucu, tapi juga memberikan pandangan hidup yang dalam, telah mendorong tren ini.

Kini, para komika, alias stand up comedian, dituntut untuk lebih dari sekadar mengandalkan bakat alami, mereka harus punya kemampuan menggali ide dan merancang materi yang matang.

Berkomedi bukan sekadar soal tawa, melainkan juga kecerdasan tinggi dalam mengolah materi, menentukan timing yang pas, dan menyampaikan pesan yang tajam namun tetap lucu.

Kecerdasan kreatif, emosional, sosial, dan kontekstual, alias pemahaman akan konteks yang disuarakan pun sangat dibutuhkan.

Komika harus peka terhadap audiens, memahami konteks sosial dan budaya, serta bisa menyesuaikan materi dengan situasi yang ada.

Banyak komika yang ternyata memiliki IQ tinggi, berkat kemampuan mereka dalam mengolah informasi dan menyusun argumen secara logis dan cerdas.

Tak jarang, lelucon mereka mengandung sindiran sosial-politik yang butuh kecerdasan intelektual yang tidak main-main.

Panggung stand-up comedy sering kali dimanfaatkan oleh komika Indonesia untuk menyampaikan kritik terhadap isu sosial dan politik, dan mereka berhasil mengemasnya dalam bentuk humor yang mudah diterima masyarakat.

Komika-komika vokal ini dianggap sebagai “aktivis jenius” karena mampu menyampaikan isu-isu berat dengan cara yang menghibur dan tidak menyinggung.

Mereka memastikan bahwa kritik yang diberikan bukan menyerang pribadi, melainkan menggambarkan kondisi sosial yang ada.

Selain itu, video penampilan komika, terutama yang mengusung gaya roasting, sering kali menjadi viral di media sosial, menarik perhatian publik, termasuk politisi yang ingin menggunakannya untuk meningkatkan elektabilitas mereka menjelang pemilu.

Namun, untuk menghasilkan roasting yang tepat sasaran, komika harus cerdas dalam riset dan improvisasi agar humor yang disampaikan tetap relevan dan tidak menimbulkan kontroversi.

Menjadi komika bukanlah hal yang mudah.

Di balik tawa yang tercipta, ada proses kreatif yang melibatkan latihan, pemahaman tentang dinamika sosial, serta kemampuan menyesuaikan materi dengan audiens.

Komika harus bisa mengevaluasi respons penonton secara langsung dan menyesuaikan penampilannya agar lelucon tetap fresh dan menghibur.

Semua ini menunjukkan bahwa kecerdasan dalam menulis dan mengeksekusi materi adalah kunci utama untuk menjadi komika yang sukses. (cin/naf)

Tag berita:
Berita terkait