HVSMEDIA.ID - Polemik mengenai rencana pendirian Gereja Toraja di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, jadi perhatian beberapa kalangan.
Persoalan yang sempat tenggelam itu kini mencuat lagi dan memicu perhatian DPRD Kota Samarinda.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menyatakan bahwa langkah penyelesaian terbaik adalah dialog.
Ia menekankan pentingnya menghindari potensi konflik sosial dengan mengedepankan musyawarah, bukan konfrontasi.
“Kami belum melihat persoalan ini masuk ke jalur hukum, jadi pendekatan musyawarah menjadi kunci. Semua pihak harus dilibatkan,” kata Novan.
DPRD pun telah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan melibatkan berbagai instansi seperti FKUB, Kementerian Agama, Kesbangpol, serta aparat kecamatan dan kelurahan.
Forum ini merupakan respon atas surat keberatan dari LPM Sungai Keledang yang meminta peninjauan ulang atas proses pemberian rekomendasi pembangunan rumah ibadah tersebut.
Dalam RDP, FKUB dan Kementerian Agama menegaskan bahwa rekomendasi pembangunan gereja telah sesuai prosedur, merujuk pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. Namun, Komisi IV menyoroti adanya dugaan ketidaksesuaian data pendukung dari masyarakat.
Sejumlah warga mengaku tidak memahami bahwa tanda tangan mereka digunakan sebagai bentuk dukungan terhadap izin pembangunan gereja.
Bahkan, ada yang merasa namanya dicantumkan tanpa pernah memberikan persetujuan.
“Kalau data dukungannya bermasalah, kita harus pastikan apakah rekomendasinya memang benar-benar sah,” tegas Novan.
Tercatat ada 90 jemaat dalam rencana pembangunan gereja, dengan 60 warga disebut memberikan dukungan.
Namun DPRD mempertanyakan asal domisili para pendukung tersebut. Apakah mereka benar-benar warga Kelurahan Sungai Keledang, atau justru berasal dari luar wilayah.
Kuasa hukum warga dari RT 24 juga menyampaikan keberatan. Mereka mengklaim bahwa prosedur administrasi belum sepenuhnya dijalankan dengan benar. Pihak kelurahan pun mengakui bahwa mereka hanya mengetahui proses tersebut secara administratif, tanpa pernah memberikan persetujuan tertulis.
Di sisi lain, terdapat 85 fotokopi KTP yang diajukan sebagai dukungan. Namun sekitar 20 orang di antaranya kemudian menarik kembali dukungan tersebut dan meminta namanya dicabut dari daftar. Meski angka dukungan masih melebihi batas minimal, keabsahan dan kejelasan data tetap jadi sorotan.
Menariknya, pihak gereja hingga kini belum diundang secara resmi dalam RDP. Meski secara administratif dinilai telah memenuhi syarat awal, DPRD menyatakan akan membuka forum lanjutan agar pihak gereja dapat menjelaskan langsung proses yang telah mereka lalui.
“Kita akan dengarkan semua pihak, termasuk dari gereja. Tidak boleh ada keputusan sepihak,” ucap Novan.
Ia memastikan, seluruh tokoh masyarakat siap hadir dalam pertemuan lanjutan.
Harapannya, semua pihak dapat menyampaikan aspirasi secara terbuka tanpa ada upaya saling menekan.
“Yang penting bukan sekadar memenuhi prosedur, tapi juga menjaga harmoni masyarakat. Kita ingin penyelesaian yang damai dan tidak menimbulkan luka sosial,” tutupnya. (adv)