HVSMEDIA.ID - Lavender Marriage, pernikahan antara pria dan wanita dengan orientasi homoseksual atau biseksual baru-baru ini menjadi topik hangat di media sosial.
Pernikahan semacam ini biasanya tidak didasari oleh cinta romantis, melainkan bertujuan untuk menyembunyikan orientasi seksual sebenarnya dari tekanan sosial dan stigma yang ada.
Istilah "lavender" dalam "lavender marriage" merujuk pada warna yang telah menjadi simbol komunitas LGBTQ+.
Dilansir dari Avnmedia.id, Pernikahan semacam ini sering dipilih untuk mempertahankan reputasi sosial atau melindungi individu yang terlibat dari penilaian negatif atau diskriminasi.
Lavender marriage umumnya terjadi di masyarakat atau periode sejarah yang tidak menerima hubungan sesama jenis, seperti pada era Hollywood di abad ke-20.
Lavender marriage mulai banyak dibicarakan termasuk di India, salah satunya setelah film Badhaai Do dirilis.
Film ini mengisahkan seorang pria homoseksual dan wanita lesbian yang menjalani lavender marriage untuk menjaga citra demi meraih kebebasan.
Namun, beberapa kritikus berpendapat bahwa film tersebut justru bisa memberikan dampak negatif ketimbang positif bagi komunitas LGBTQ+ saat ditayangkan.
Kendati demikian, film ini juga dianggap memiliki potensi untuk meningkatkan kesadaran tentang lavender marriage, yang sering kali dilakukan akibat tekanan dari masyarakat atau bahkan keluarga mereka sendiri.
Digunakan sebagai tameng orientasi seksual seseorang, apakah ada dampak dari lavender marriage? Ternyata ada, lho!
Dampak-dampak dari Lavender Marriage
Lavender marriage, yang sering kali terbentuk karena tekanan sosial, membawa serangkaian tantangan dan realita yang harus dihadapi oleh pasangan-pasangan yang terlibat.
Penting untuk memahami berbagai dimensi dan dampak yang mungkin timbul dari situasi ini:
1. Tekanan Emosional Mendalam
Individu dalam lavender marriage sering kali berada dalam pertempuran batin antara tuntutan masyarakat dan keinginan pribadi mereka.
Konflik ini dapat menimbulkan tekanan emosional yang berat, berpotensi memicu gangguan mental, seperti kecemasan, depresi, atau krisis identitas.
Seiring berjalannya waktu, ketegangan yang terus menerus ini dapat merusak kesehatan mental mereka sehingga menghalangi mereka untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan normal.
2. Tantangan dalam Hubungan
Karena lavender marriage tidak didasarkan pada ikatan romantis yang sejati, hubungan ini sering kali dibayangi rasa ketidakpuasan dan kesepian.
Pasangan dalam pernikahan ini dapat menghadapi konflik terus-menerus akibat kurangnya keintiman dan hubungan emosional.
Tanpa adanya cinta yang saling menguatkan, hubungan ini terasa penuh tantangan dan kosong.
3. Rasa Terisolasi Secara Sosial
Individu dalam lavender marriage sering merasa terjebak antara dua dunia yang tidak sepenuhnya mereka miliki.
Ketidakmampuan untuk menunjukkan jati diri yang sesungguhnya mengarah pada rasa isolasi yang mendalam, baik dalam komunitas heteroseksual maupun LGBTQ+, yang memperburuk perasaan kesepian dan kesalahpahaman.
4. Kompleksitas Hukum yang Membayangi
Lavender marriage juga membawa dampak pada ranah hukum yang tidak bisa dianggap sepele.
Perceraian, yang sering kali terjadi akibat ketidakpuasan dalam pernikahan, dapat menambah kompleksitas, dengan konflik terkait pembagian aset, tunjangan, dan hak asuh anak.
Selain itu, pasangan yang terlibat juga harus menghadapi tantangan besar dalam menjaga privasi mereka agar terhindar dari penilaian masyarakat.
5. Dampak Buruk Reputasi Pasangan
Ketika lavender marriage terbongkar, ini bisa mengubah cara pandang masyarakat terhadap individu, baik dalam kehidupan sosial maupun profesional.
Perubahan pandangan ini dapat merusak hubungan pribadi maupun karier, yang efeknya tidak hanya dirasakan oleh keluarga dekat, tetapi juga dapat memengaruhi lingkungan sosial dan dunia kerja mereka.
Lavender marriage mencerminkan cara individu beradaptasi dengan tekanan sosial dan norma yang ada.
Meskipun lavender marriage sering kali dipilih sebagai cara untuk menanggulangi tekanan sosial dan norma yang mengekang, dampaknya bisa sangat berat bagi individu yang terlibat.
Tekanan emosional, tantangan dalam hubungan, serta dampak sosial dan hukum yang timbul menciptakan beban yang tak mudah untuk dijalani. (shi/naf)