HVSMEDIA.ID - Di tengah gencarnya pembangunan di Kota Samarinda, persoalan permukiman kumuh dinilai belum terselesaikan 100 persen.
Tak hanya terjadi di daerah pinggiran, kawasan tak layak huni juga ditemukan di pusat kota, seperti di wilayah Samarinda Kota dan Samarinda Ilir.
Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Maswedi, menyebut masalah ini sebagai tantangan serius yang tak boleh diabaikan.
Menurutnya, selama masih ada warga yang hidup di lingkungan sempit, kotor, dan rawan bencana, maka pembangunan belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan masyarakat.
“Jangan lihat pembangunan hanya dari sisi fisik seperti gedung atau jalan baru. Kalau masih ada warga tinggal di tempat yang tidak layak, berarti kita belum benar-benar membangun untuk semua,” kata Maswedi, Kamis (22/5/2025).
Ia menilai, kawasan padat dan semrawut bukan hanya mengganggu keindahan kota, tapi juga berisiko bagi kesehatan dan keselamatan warga. Karena itu, penanganan kawasan kumuh perlu dijadikan prioritas.
Salah satu solusi yang dia dorong adalah relokasi warga dari bantaran sungai.
Langkah ini dinilai penting, bukan hanya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tapi juga mengembalikan fungsi sungai sebagai ruang terbuka hijau dan bagian dari ekosistem kota.
Maswedi menekankan bahwa ketimpangan akses terhadap lingkungan yang layak mencerminkan ketidakadilan sosial. Ketika hanya sebagian warga yang bisa tinggal di lingkungan bersih dan aman, maka pembangunan masih timpang.
“Penataan kawasan kumuh itu wajib, bukan pilihan. Pemerintah harus memasukkannya dalam prioritas anggaran 2026. Kalau tidak, ketimpangan akan terus terjadi,” ujarnya.
Ia juga mendorong kolaborasi antara Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) dan Dinas PUPR untuk mempercepat penataan ruang kota secara menyeluruh.
“Kerja sama dua dinas ini sangat penting agar kota ini bisa lebih tertata dan layak huni,” tutup Maswedi. (adv)