Perubahan selera masyarakat yang lebih menginginkan hiburan yang tidak hanya lucu, tapi juga memberikan pandangan hidup yang dalam, telah mendorong tren ini.
Kini, para komika, alias stand up comedian, dituntut untuk lebih dari sekadar mengandalkan bakat alami, mereka harus punya kemampuan menggali ide dan merancang materi yang matang.
Berkomedi bukan sekadar soal tawa, melainkan juga kecerdasan tinggi dalam mengolah materi, menentukan timing yang pas, dan menyampaikan pesan yang tajam namun tetap lucu.
Kecerdasan kreatif, emosional, sosial, dan kontekstual, alias pemahaman akan konteks yang disuarakan pun sangat dibutuhkan.
Komika harus peka terhadap audiens, memahami konteks sosial dan budaya, serta bisa menyesuaikan materi dengan situasi yang ada.
Banyak komika yang ternyata memiliki IQ tinggi, berkat kemampuan mereka dalam mengolah informasi dan menyusun argumen secara logis dan cerdas.
Tak jarang, lelucon mereka mengandung sindiran sosial-politik yang butuh kecerdasan intelektual yang tidak main-main.
Panggung stand-up comedy sering kali dimanfaatkan oleh komika Indonesia untuk menyampaikan kritik terhadap isu sosial dan politik, dan mereka berhasil mengemasnya dalam bentuk humor yang mudah diterima masyarakat.
Komika-komika vokal ini dianggap sebagai “aktivis jenius” karena mampu menyampaikan isu-isu berat dengan cara yang menghibur dan tidak menyinggung.