Begitu peluit awal ditiup, Jerman Barat langsung bermain menyerang dan berhasil mencetak gol cepat di menit ke-10 melalui Horst Hrubesch.
Namun, setelah unggul 1-0, pertandingan berubah drastis. Kedua tim terlihat bermain pasif, menjaga bola tanpa tekanan, dan tak lagi mencoba mencetak gol.
Penonton di stadion mulai menunjukkan kekecewaan.
Banyak yang mencemooh, melambaikan uang kertas sebagai simbol suap, dan sebagian bahkan meninggalkan stadion sebelum pertandingan usai. Komentator Jerman menghentikan siaran secara emosional, sementara komentator Austria menyarankan pemirsa untuk mematikan televisi mereka jika tak tahan menyaksikan apa yang terjadi.
Beberapa momen paling menyedihkan termasuk operan-operan panjang ke arah belakang, tidak adanya pressing dari lawan, dan ritme permainan yang sengaja dilambatkan. Praktis, babak kedua berjalan nyaris tanpa aksi berbahaya. Skor 1-0 tak berubah hingga akhir, dan kedua tim lolos, menyingkirkan Aljazair yang hanya bisa menonton dari kejauhan.

Reaksi Dunia dan Protes Aljazair
Reaksi dunia sepak bola sangat keras. Media internasional, fans, dan pengamat olahraga menyebut laga tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap semangat kompetisi. Aljazair, yang menjadi korban utama, secara resmi mengajukan protes ke FIFA, namun ditolak karena tak ada aturan yang secara eksplisit dilanggar.
Meskipun demikian, FIFA sadar bahwa sistem ini membuka celah manipulasi. Akibatnya, aturan turnamen pun diubah. Sejak Piala Dunia 1986, dua pertandingan terakhir dalam fase grup wajib dimainkan secara bersamaan untuk menghindari pengaturan hasil oleh tim-tim yang bermain belakangan.