Menurut Rusmulyadi, Kaltim berhasil menempati peringkat teratas domain kesejahteraan, naik dari posisi ketiga tahun sebelumnya.
Namun, domain IPP tidak semuanya mengalami peningkatan.
Di bidang kepemimpinan, metode survei Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi penyebab nilai IPP Kaltim justru stagnan.
Rusmulyadi menyuarakan kekhawatirannya terhadap pengumpulan data IPP yang dilakukan BPS, yang mencakup data kepemimpinan dari survei tiga bulan yang digunakan selama tiga tahun.
“Saya coba kroscek ke BPS, ternyata data untuk domain kepemimpinan itu diambil hanya dalam waktu tiga bulan dan berlaku untuk tiga tahun,” katanya.
“Ini yang membuat kami khawatir, karena meskipun kami telah melakukan berbagai program pelatihan kepemimpinan, hasilnya tidak bisa terlihat secara penuh dalam data IPP,” ungkap Rusmulyadi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, BPS tidak memanfaatkan data administratif yang saat ini ada di Dispora Kaltim, antara lain jumlah karang taruna yang terdaftar, jumlah anggota organisasi aktif, dan jumlah pemuda yang menjalani pelatihan kepemimpinan.
Rusmulyadi berharap, penilaian IPP ini mempertimbangkan data administratif agar bisa memberikan gambaran lebih akurat mengenai capaian Dispora Kaltim.