Kamis, 21 Agustus 2025

Advertorial DPRD Samarinda

Permohonan Dispensasi Nikah Anak Menurun, Tapi Ancaman Ini Masih Mengintai...

Sabtu, 5 Juli 2025 8:1

ILUSTRASI PERNIKAHAN - Dewan soroti soal banyaknya dispensasi untuk pernikahan usia dini di Samarinda (Foto: Canva)

HVSMEDIA.ID - Dalam tiga tahun terakhir, Kantor Kementerian Agama Kota Samarinda mencatat penurunan permohonan dispensasi pernikahan usia dini, dari 116 kasus pada 2023, turun menjadi 105 di tahun 2024, dan hanya 36 permohonan tercatat hingga Mei 2025.

Meski demikian, angka ini diyakini hanyalah bagian kecil dari persoalan yang jauh lebih besar.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa praktik pernikahan anak masih marak, hanya saja banyak dilakukan secara diam-diam melalui pernikahan siri yang tidak tercatat secara resmi.

Fenomena ini menjadi indikator kuat bahwa data yang ada belum mencerminkan realitas sesungguhnya.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menilai kondisi tersebut sebagai sinyal bahaya atas lemahnya kontrol sosial dan minimnya pemahaman masyarakat terhadap hak anak dan pentingnya akses pendidikan.

“Banyak yang menikah sembunyi-sembunyi dengan bantuan penghulu liar. Ini bukan persoalan sepele, karena dampaknya sangat besar terhadap masa depan anak-anak,” ujarnya tegas.

Puji menyoroti bahwa pernikahan usia dini kerap kali lahir dari kesalahpahaman, di mana kedewasaan fisik dianggap cukup untuk membangun rumah tangga, padahal secara mental dan emosional anak-anak ini belum siap menjalani peran sebagai pasangan, apalagi orang tua.

Mirisnya, masih ada orang tua yang lebih memilih anaknya bekerja atau menikah ketimbang melanjutkan pendidikan.

“Selama si anak bisa menghasilkan uang, sekolah seolah tak lagi penting. Padahal, dampaknya bisa panjang dan menyakitkan,” lanjutnya.

Akibatnya, tak sedikit anak yang terpaksa putus sekolah, kehilangan akses terhadap layanan kesehatan, hingga terjebak dalam lingkaran kekerasan dalam rumah tangga karena belum siap memikul beban kehidupan rumah tangga di usia muda.

Melihat kompleksitas permasalahan ini, Puji menekankan bahwa solusi tidak cukup berhenti pada pelarangan semata.

Ia mendorong adanya pendekatan yang lebih holistik, mulai dari edukasi menyeluruh, layanan konseling, hingga penyediaan ruang aman bagi remaja.

“Menyandang status sebagai ‘kota layak anak’ tidak boleh hanya sebatas slogan. Harus ada langkah konkret dan menyentuh langsung ke akar persoalan,” pungkasnya. (adv)

Tag berita:
Berita terkait