Iswandi melihat aksi ini bukan sekadar tentang akses jalan, melainkan bentuk perlawanan atas ketimpangan yang selama ini dipendam.
"Kalau suara rakyat terus diabaikan, wajar jika akhirnya mereka bersuara lebih keras. Ini bukan tindakan spontan, tapi akumulasi kekecewaan yang sudah terlalu lama ditahan," ungkapnya.
Penutupan jalan hauling yang sudah berlangsung beberapa bulan, menurutnya, adalah simbol perlawanan atas kerusakan lingkungan, kebisingan, debu, dan infrastruktur rusak yang selama ini mereka alami, dan kini ditambah kehilangan nyawa seorang warga.
Iswandi juga menekankan pentingnya peran media agar kasus ini tetap menjadi sorotan publik.
"Kalau media ikut diam, kasus ini bisa hilang begitu saja. Tekanan publik harus dijaga agar keadilan tidak mati pelan-pelan," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tragedi Rusel bukan insiden biasa. Ini adalah cermin dari lemahnya perlindungan negara terhadap masyarakat kecil.
"Negara tak boleh hanya hadir lewat janji-janji dan retorika. Harus ada tindakan nyata. Rakyat tak bisa terus jadi korban yang dilupakan," tutup Iswandi dengan nada tegas. (adv)