Namun kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik, yakni alih fungsi lahan, perambahan liar, hingga aktivitas tambang ilegal kian merusak kawasan tersebut.
Iswandi memperingatkan bahwa pembiaran seperti ini tak hanya merusak ekosistem, tapi juga bisa menjadi preseden buruk bagi masa depan konservasi dan keadilan lingkungan.
“Kalau ini dibiarkan, kita hanya membuka jalan bagi kerusakan-kerusakan berikutnya. Ini soal keberanian negara untuk berdiri tegas di hadapan para perusak lingkungan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa sikap pasif aparat bisa menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pelaku eksploitasi konservasi lainnya.
Terlebih, masyarakat sipil sudah menyuarakan niat untuk menempuh jalur hukum jika kasus ini terus diselimuti ketidakjelasan.
“Ini bukan sekadar soal tanah milik Unmul. Ini adalah potret dari rapuhnya perlindungan hukum lingkungan kita. Kalau kasus sebesar ini saja tidak bisa dituntaskan, siapa yang akan menjaga hutan kita esok hari?” pungkas Iswandi penuh keprihatinan. (adv)