Rabu, 17 September 2025

Sudut Sepak Bola

Perjalanan Sponsor Utama Kompetisi Sepak Bola Indonesia, dari Era Produk Rokok hingga Sektor Perbankan

Jejak Pendanaan Liga Indonesia

Jumat, 11 Juli 2025 17:54

SEPAK BOLA - Logo Djarum dan Shopee, menggambarkan perjalanan sponsor utama kompetisi sepak bola Indonesia selain dari industri rokok hingga sektor perbankan/ Kolase by HVSMEDIA.ID

HVSMEDIA.ID - Sponsor utama memegang peranan penting dalam perjalanan kompetisi sepak bola Indonesia sejak pertama kali digelar pada 1994. 

Selama puluhan tahun, berbagai perusahaan dari industri rokok, e-commerce, hingga sektor perbankan silih berganti mendukung sebagai sponsor utama kompetisi sepak bola Indonesia.

Pergantian sponsor utama dari waktu ke waktu menunjukkan bagaimana perkembangan industri turut memengaruhi wajah dan identitas kompetisi sepak bola Indonesia.

Dalam beberapa musim terakhir, sponsor utama dari sektor perbankan kembali muncul sebagai pendukung utama dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola Indonesia. 

1.Rokok Era Awal (1994–1998)

Era pertama profesionalisme dalam kompetisi sepak bola Indonesia dimulai pada musim 1994/1995 saat Perserikatan dan Galatama resmi dilebur dan langsung didukung oleh industri rokok sebagai sponsor utama

Perusahaan Dunhill menjadi pionir, menggelontorkan dana sekitar Rp 4,5 miliar per musim, termasuk subsidi klub dan hadiah bagi juara dan pemain terbaik.

Dua musim berturut-turut, era tersebut membawa nama Liga Dunhill, dengan Persib Bandung (1994/95) dan Bandung Raya (1995/96) sebagai juaranya.

Pada musim selanjutnya (1996/97–1997/98), perusahaan rokok Kansas berasal dari AS menggantikan Dunhill sebagai sponsor utama, menyuplai dana sekitar Rp 5,35 miliar per musim.

Namun, pada musim 1997/98, kompetisi dihentikan akibat krisis moneter dan tekanan politik; Kansas pun memilih mundur sebagai sponsor.

Setelah itu, sebagian besar musim 1998/99 dijalankan tanpa sponsor titel, menandakan akhir dominasi rokok sebagai sponsor utama di kompetisi sepak bola Indonesia pada periode itu.

2. Bank Mandiri Era (1999–2004)

Setelah krisis dan tanpa sponsor pada musim 1998–1999, kompetisi sepak bola Indonesia kembali bergairah pada tahun 1999 dengan masuknya sektor perbankan.

Bank Mandiri merupakan sponsor utama pertama dari sektor non-rokok.

Bank pelat merah ini menyuntikkan dana sekitar Rp 7,2 triliun (catatan menunjuk Rp 7,2 miliar/pada satu musim) kepada PSSI, memulihkan format dan mendukung kelangsungan kompetisi sepak bola Indonesia selama lima musim berturut-turut.

Pendanaan ini memungkinkan liga kembali stabil dan berkelanjutan, dengan nama resmi “Liga Bank Mandiri”. 

Beberapa momen penting juga tercipta berkat sponsor utama ini, termasuk gelar juara untuk klub seperti PSM Makassar (1999–2000), Persija Jakarta (2001), Petrokimia Putra (2002), Persik Kediri (2003), dan Persebaya Surabaya (2004).

Masuknya sektor perbankan menandai transformasi penting dalam model pembiayaan kompetisi sepak bola Indonesia dari eklektik ke sponsorship resmi dari institusi keuangan.

3. Djarum Era Rokok Lokal (2005–2011)

Mulai musim 2005, kompetisi sepak bola Indonesia memasuki babak baru dengan kembalinya industri rokok kali ini perusahaan lokal Djarum sebagai sponsor utama yang mendominasi selama enam musim berturut-turut.

Sebelumnya dikenal sebagai Liga Djarum Indonesia pada musim 2005–2007, nama kompetisi kemudian berubah menjadi Djarum Indonesia Super League (ISL) sejak 2008 hingga 2011.

Selama era ini, Djarum memberikan suntikan dana signifikan ke dalam kompetisi sepak bola Indonesia, dengan nilai sponsor dilaporkan mencapai Rp 21–35 miliar per musim. 

Mereka juga terus memperbarui kontrak hingga musim 2010/11, meski sempat terjadi dualisme liga pada 2011.

Namun, dominasi Djarum akhirnya terhenti pada akhir musim 2011 ketika Pemerintah menerbitkan PP 109/2012 tentang Pengendalian Produk Tembakau, yang melarang sponsor rokok mencantumkan merek di ajang olahraga yang disiarkan media.

Aturan ini membawa era baru pendanaan kompetisi sepak bola Indonesia, sekaligus menandai akhir dominasi rokok sebagai sponsor utama.

4. QNB dan Krisis (2015)

Tahun 2015 menjadi salah satu momen paling singkat namun penuh gejolak dalam sejarah kompetisi sepak bola Indonesia

Untuk pertama kalinya, sebuah bank internasional dari Timur Tengah, Qatar National Bank (QNB), masuk sebagai sponsor utama

Kerja sama ini diumumkan pada awal April 2015 dan menjadikan nama kompetisi berubah menjadi QNB League. 

Dukungan dari QNB menjadi sinyal masuknya sektor perbankan asing ke dalam pembiayaan liga nasional, menggantikan dominasi sponsor dari industri rokok dan FMCG di era sebelumnya.

QNB dikenal sebagai lembaga keuangan besar yang sebelumnya telah mensponsori klub-klub elite seperti Paris Saint-Germain dan ajang AFC. 

Harapannya, kehadiran QNB sebagai sponsor utama dapat memberikan stabilitas dan meningkatkan nilai komersial kompetisi sepak bola Indonesia di mata global.

Namun, kegembiraan kemitraan ini berlangsung singkat. Pada April 2015, PSSI menghentikan sementara kompetisi sepak bola Indonesia setelah hanya satu atau dua pekan berjalan. 

5. Turnamen Torabika (2016)

Pada tahun 2016, kompetisi sepak bola Indonesia sempat dijalankan kembali dalam format turnamen setelah sanksi dan konflik internal sebelumnya. 

Kali ini, PT Torabika Eka Semesta penghasil kopi instan Torabika masuk sebagai sponsor utama, menjadikan kompetisi berganti nama menjadi Torabika Soccer Championship (TSC) (presented by IM3 Ooredoo).

Turnamen ini resmi dimulai pada 29 April 2016 dengan laga pembuka antara Persipura Jayapura melawan Persija Jakarta yang disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Papua.

Sebagai sponsor utama, Torabika bersama IM3 Ooredoo dan beberapa mitra (seperti BTPN, Sidomuncul) mengalokasikan hadiah total miliaran rupiah untuk juara Rp 3 miliar untuk juara dan Rp 2 miliar untuk runner-up serta menyediakan biaya operasional kompetisi senilai Rp 5 miliar.

6. Era Digital (2017–2020)

Memasuki tahun 2017, kompetisi sepak bola Indonesia memasuki era digital dengan dukungan sponsor utama dari sektor teknologi. 

Musim pertama setelah sanksi FIFA ini menampilkan Go‑Jek dan Traveloka sebagai sponsor titel, yang menjadikan nama kompetisi berubah menjadi Go‑Jek Traveloka Liga 1 dengan nilai dukungan dilaporkan mencapai sekitar Rp 180 miliar.

Pada musim 2018, Go‑Jek melanjutkan peran sebagai sponsor utama, walaupun Traveloka sudah tidak lagi hadir. 

Keberlanjutan sponsor dari platform ride‑hailing ini menegaskan pentingnya industri digital dalam pembiayaan kompetisi.

Tiba musim 2019, perusahaan e‑commerce Shopee mengambil alih peran sebagai sponsor utama, sehingga nama kompetisi resmi berubah menjadi Shopee Liga 1 2019. 

Partnership ini diumumkan pada Mei 2019, dan Shopee membawa visi memperkuat dan memajukan atmosfer sepak bola nasional.

Kesuksesan awal pada 2019 mendorong Shopee untuk kembali jadi sponsor utama pada musim 2020, meskipun kemudian kompetisi dihentikan akibat pandemi COVID‑19 setelah hanya 26 laga berjalan.

7. Bank BUMN: BRI (2021–sekarang)

Pada Agustus 2021, kompetisi sepak bola Indonesia resmi memasuki babak baru dengan hadirnya Bank BRI, sebagai sponsor utama dari sektor perbankan.

Bank milik negara ini meneken kontrak untuk menamakan kompetisi menjadi BRI Liga 1 sejak musim 2021/22 hingga musim 2024/25 menandakan keterlibatan jangka panjang dalam sistem liga.

Menurut data dari BRI Research Institute dan LPEM UI, keterlibatan BRI sebagai sponsor utama telah menciptakan nilai ekonomi signifikan diperkirakan mencapai Rp 9 triliun sejak pengumuman sponsorship 2023, bahkan terus meningkat hingga Rp 10,42 triliun ekonomi berputar pada musim 2024/25. 

Pendanaan ini juga turut menyerap hingga 45.000 lapangan kerja dan memberi tambahan signifikan bagi sektor UMKM di Indonesia.

Sebagai bagian dari strategi di sektor perbankan, dukungan dari BRI juga berbentuk peningkatan brand awareness dan interaksi nasabah. (fun)

Tag berita:
Berita terkait