Sebenarnya, tim wanita China sempat lebih berprestasi. Mereka menjadi runner-up Piala Dunia Wanita 1999. Namun kini pun sudah tertinggal dari negara-negara Eropa. Di Piala Dunia Wanita 2023, China dihajar 1-6 oleh Inggris di babak grup.
Fokus utama China masih pada cabang Olimpiade yang butuh repetisi dan ketekunan — seperti loncat indah, tenis meja, dan angkat besi. Olahraga beregu seperti sepak bola dianggap kurang menguntungkan karena hanya menyumbang satu medali.
Korupsi yang Merusak
Li Tie, pelatih timnas China antara 2020–2022, tahun lalu dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena suap dan pengaturan skor. Banyak pejabat sepak bola lainnya juga terseret kasus serupa.
Korupsi juga merambah Liga Super China. Klub-klub menghabiskan dana besar untuk mendatangkan pemain asing, banyak didanai perusahaan milik negara dan pengembang properti yang kini bangkrut.
Guangzhou Evergrande adalah contohnya. Klub raksasa ini dulu dilatih Marcello Lippi dan delapan kali juara liga. Tapi kini bubar karena terlilit utang, seiring runtuhnya bisnis properti pemiliknya, Evergrande.
Zhang menyebut banyak pengusaha mendirikan klub sebagai “persembahan politik”, termasuk Hui Ka-yan, pemilik Evergrande. Ia membiayai klub untuk mendapat simpati pejabat tinggi.
Total utang Evergrande kini mencapai USD 300 miliar — mencerminkan parahnya sektor properti dan ekonomi China secara keseluruhan.
“Gagal di tingkat internasional dan korupsi yang merajalela membuat banyak orang tua enggan memasukkan anaknya ke dunia sepak bola,” kata Simons, pendiri klub sepak bola muda China Club Football FC.
“Mereka melihat situasi yang terjadi dan bertanya: ‘Apa ini masa depan yang pantas untuk anak saya?’ Sangat disayangkan.” (*)
Source: AP