Rabu, 17 September 2025

Sudut Sepak Bola

Dibiayai Tempat Hiburan Malam, Niac Mitra Jadi Klub Pionir Profesional Sepak Bola Indonesia Era 1980-an

Bisnis THM Jadi Klub Bola

Senin, 21 Juli 2025 20:19

SEPAK BOLA - Niac Mitra, klub sepak bola Indonesia yang dibentuk dari dan tempat hiburan malam/ Foto: IST

HVSMEDIA.ID - Niac Mitra bukan klub biasa dalam sejarah sepak bola Indonesia

Klub asal Surabaya ini punya latar belakang unik yang membedakannya dari mayoritas tim lain di zamannya. 

Niac Mitra bukan dibentuk oleh pemerintah daerah atau institusi militer, melainkan lahir dari pendanaan bisnis tempat hiburan malam Surabaya yang berjaya pada era 1970-an hingga 1980-an. 

Di balik kejayaannya di pentas Galatama, ada nama New International Amusement Center (NIAC), sebuah tempat hiburan malam elite milik pengusaha Agustinus Wenas. 

Dari sanalah nama “Niac Mitra” berasal, dan dari sanalah pula aliran dana besar memungkinkan klub ini tampil profesional dan kompetitif. 

Asal-usul yang Berakar dari Bisnis Hiburan 

Niac Mitra lahir dari sebuah klub sepak bola internal bernama Mentos Surabaya, yang personelnya terdiri dari karyawan perusahaan milik pengusaha Agustinus Wenas. 

Klub ini awalnya hanya mengikuti liga internal Persebaya dan tampil sebagai kekuatan penuh di level amatir sejak pertengahan hampir akhir dekade 1970-an.

Wenas memiliki ambisi besar, ia ingin mengubah kesebelasan internal itu menjadi tim profesional yang bisa bersaing kompetisi sepak bola Indonesia.

Setelah menunjukkan prestasi di jajaran perserikatan (juara kelas II dan I Persebaya antara 1975–1978), klub ini diberi nafas baru dan diresmikan.

Pada 14 Agustus 1978, PS Mitra (nama baru setelah Mentos) resmi berubah menjadi Niac Mitra, mengambil nama dari perusahaan sponsor utama, New International Amusement Center sebuah rumah judi dan kasino terbesar di Surabaya pada era 1974–1979.

Bisnis Hiburan Malam sebagai Sumber Dana Utama

New International Amusement Center (NIAC) sebuah tempat hiburan malam sekaligus rumah judi yang cukup terkenal pada eranya.

Usaha tempat hiburan malam inilah yang menjadi sumber dana utama operasional klub. 

Pendanaan klub Niac Mitra tidak berasal dari APBD, sponsor besar, ataupun dukungan BUMN seperti yang lazim terjadi di era modern, melainkan sepenuhnya ditopang dari keuntungan usaha hiburan malam tersebut.

Dana dari NIAC digunakan untuk membayar pelatih asing, merekrut pemain asing dan lokal, menyediakan bonus besar, serta menjamin keberlanjutan operasional klub di fase awal Galatama.

Manajemen Modern & Kejayaan di Lapangan

Dana segar itu memungkinkan Niac Mitra menerapkan sistem manajerial modern mereka merekrut pelatih asing, pemain nasional dan internasional.

Tidak hanya itu, sistem bonus yang diberikan Niac Mitra juga menjadi daya tarik.

Wenas memberikan bonus hingga tiga kali gaji pemain, tergantung jumlah penonton yang hadir di Stadion Tambaksari. 

Selain itu, klub ini bahkan sempat merencanakan pembangunan stadion sendiri langkah yang belum pernah dilakukan klub swasta lain pada masa itu.

Manajemen yang terintegrasi antara kekuatan bisnis hiburan dan sepak bola membuat Niac Mitra menjadi salah satu klub paling dominan di Galatama. 

Gelar juara mereka di musim 1980–1982, 1982–1983, dan 1987–1988, serta memenangkan Juara Piala Emas Aga Khan 1979.

Kehadiran Pelatih dan Pemain Berkualitas

Pada awal era 1980-an, Niac Mitra menunjuk Wiel Coerver, pelatih asal Belanda kelahiran Kerkrade (1924), sebagai arsitek taktik tim. 

Coerver dikenal sebagai pelatih yang menerapkan Coerver Method metode pelatihan teknis berfokus pada pergerakan cepat, taktik menyerang, serta struktur pertahanan yang ketat. 

Di bawah asuhannya, Niac Mitra mencetak 102 gol dalam satu musim, rekor yang tetap tidak terpecahkan hingga saat ini.

Puncak strategi terjadi saat Niac Mitra merekrut Fandi Ahmad dari Singapura pada musim 1982–1983. 

Kontraknya mencapai S$75.000 per musim jumlah yang lebih tinggi dari tawaran klub-klub Eropa seperti Ajax Amsterdam. 

Ia mencetak 13 gol dan jadi bagian penting dalam gelar juara Galatama klub tersebut.

Turun Tangan di Akhir Era & Transformasi Menuju Mitra Kukar 

Pada 24 September 1990, pemilik Agustinus Wenas resmi membubarkan Niac Mitra karena kebijakan baru PSSI yang menggabungkan liga Perserikatan dan Galatama ke dalam zona regional. 

Niac Mitra diwajibkan bermain tandang memakai pesawat dan bertanding lawan tim baru yang belum dikenal, membuat beban biaya operasi sangat besar dan penonton pun menyusut mengganggu pendapatan tiket klub.

Pada 1993, Niac Mitra dibangkitkan kembali sebagai Mitra Surabaya oleh Jawa Pos, dengan model manajemen publik dan saham masyarakat.

Pada 1999, setelah degradasi Divisi I, klub dijual dan pindah ke Palangkaraya jadi Mitra Kalteng Putra.

Kemudian pada 2003, klub berpindah ke Tenggarong, Kalimantan Timur, berganti nama lagi menjadi Mitra Kukar.

Niac Mitra adalah contoh menarik bagaimana dana tempat hiburan malam dapat membentuk klub sepak bola profesional dengan manajemen dan sistem bonus inovatif meski tak lepas dari kontroversi. 

Perekrutan pemain bintang seperti Fandi Ahmad dan dorongan bonus besar menandai puncak kejayaan di kompetisi sepak bola Indonesia. (fun)

Tag berita:
Berita terkait